Keterbatasan saat pandemi COVID-19 menjadi pukulan bagi banyak pelaku UMKM. Namun bagi Ahmad Musa, warga Pekalongan Barat, justru menjadi momen penting untuk melakukan lompatan besar beralih dari jualan konvensional ke digital.

Sebelum pandemi, Musa mengandalkan penjualan langsung dari pasar ke pasar. Setiap hari ia keluar kota, membawa batik dari pintu ke pintu, hingga ke Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Namun pandemi menghentikan semua itu. Mobilitas dibatasi, dan bisnisnya sempat terhenti total selama tiga bulan.

Keputusan itu menjadi titik balik besar. Berbekal semangat dan keberanian belajar hal baru, Musa mulai memasarkan batik lewat marketplace seperti Shopee. Ia pelajari cara membuat foto produk yang menarik, menulis deskripsi yang menjual, dan memanfaatkan momen promo seperti tanggal kembar atau masa gajian.

Perlahan tapi pasti, bisnisnya bangkit. Tak hanya kembali stabil, bahkan melesat hingga ke pasar mancanegara. Batik Kanthil, nama brand yang ia usung, kini dikenal di berbagai negara termasuk Prancis. Dan produk Blus batiknya kini menjadi produk favorit konsumen hingga luar negeri.

Musa juga membangun jaringan reseller yang memanfaatkan kanal digital, memperluas jangkauan usahanya tanpa harus membuka banyak toko fisik. Kini, dengan 50 hingga 70 reseller aktif, penjualan hariannya bisa mencapai puluhan potong batik.

Transformasi digital tidak hanya menyelamatkan usahanya, tapi juga membuka peluang lebih besar. Ahmad Musa menjadi bukti bahwa digitalisasi bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan dan solusi nyata bagi UMKM agar tetap bertahan dan berkembang di era baru.