Klaim Kontribusi Pajak Pertamina Rp159 Triliun Dipertanyakan, Rizal Bawazier Juga Soroti Penutupan Pertashop
Rafid Ali Fajri   |   20/11/2025 - 09:19 WIB
Klaim Kontribusi Pajak Pertamina Rp159 Triliun Dipertanyakan, Rizal Bawazier Juga Soroti Penutupan Pertashop

Komisi VI DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang berlangsung pada Rabu (19/11/2025).

Dalam RDP tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Rizal Bawazier, secara terbuka meragukan angka kontribusi pajak Pertamina yang diklaim mencapai Rp159 triliun.

Rizal, legislator dari Daerah Pemilihan X Jawa Tengah (Kabupaten Pemalang, Kabupaten/Kota Pekalongan, dan Kabupaten Batang) itu menilai angka yang disampaikan manajemen Pertamina tidak sebanding dengan kinerja laba perusahaan.

“Di sini ada pajak Rp159 triliun. Saya rasa, kalau dengan omset Rp1.127 triliun, itu tidak mungkin ada potensi penerimaan pajak Rp159 triliun,” ujar Rizal dalam RDP yang digelar di kompleks parlemen, Jakarta.

Rizal menilai, secara perhitungan realistis, nilai Pajak Penghasilan (PPh) murni Pertamina seharusnya jauh lebih kecil dari angka yang dipublikasikan.

Rizal kemudian memaparkan simulasi sederhana. Jika laba kena pajak maksimal mencapai 54 persen dari omset, maka PPh yang seharusnya dibayar Pertamina hanya sekitar Rp11 triliun. Bahkan bila laba hanya 3–6 persen, nilai PPh murni diperkirakan hanya sekitar Rp5 triliun.

Dari situ ia menduga angka Rp159 triliun yang dilaporkan sebagai kontribusi pajak Pertamina ke negara telah memasukkan komponen Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sesungguhnya bukan kontribusi murni perusahaan.

“PPN yang ditagih oleh Pertamina adalah PPN keluaran. Artinya, itu PPN adalah uang konsumen sebenarnya. Jadi istilahnya nihil untuk PPN. Tidak boleh dimasukkan di sini seakan-akan Pertamina berkontribusi ke penerimaan negara Rp159 triliun. Padahal maksimal itu hanya Rp11 triliun,” tegasnya.

Atas dasar itu, Rizal meminta manajemen Pertamina menyajikan data perpajakan yang lebih akuntabel dan proporsional, tanpa “membesar-besarkan” angka kontribusi.

Tak hanya soal klaim kontribusi pajak, Rizal juga menyoroti temuan pemeriksaan pajak yang dinilai berpotensi merugikan keuangan negara maupun perusahaan.

Ia mencatat adanya potensi pemeriksaan pajak terhadap Pertamina untuk periode 2018 hingga 2022 yang nilainya mencapai Rp6,4 triliun.

“Ini uang hilang, Pak, Bu, kalau misalnya pun kita bayar, kita keberatan, terus banding. Belum tentu banding kita menang di Pengadilan Pajak. Tapi kita harus bayar duluan,” kata Rizal.

Menurutnya, jumlah pemeriksaan yang masif serta proses banding yang dapat memakan waktu hingga tiga tahun berpotensi membebani arus kas perusahaan. Karena itu, ia mendesak agar manajemen Pertamina memperkuat pengawasan dan kontrol di bagian perpajakan.

“Kontrol internal di sektor perpajakan harus dibenahi agar ke depan tidak lagi terjadi potensi kerugian triliunan rupiah,” tegasnya.

Dalam RDP tersebut, Rizal Bawazier juga mengangkat persoalan operasional Pertamina di lapangan, khususnya menyangkut layanan energi di daerah pemilihannya.


Ia menyebut masih banyak keluhan terkait penutupan atau tidak beroperasinya sejumlah Pertashop di wilayah Pekalongan, Pemalang, dan Batang.


“Cuma ada masalah Pertashop, nih, Pak. Pertashop di beberapa tempat dikeluhkan masih tutup di daerah Pekalongan, Pemalang, Batang. Mungkin dari siapa yang bertanggung jawab, alasannya penutupan itu seperti apa, karena merugikan sekali,” ujarnya.


Rizal meminta Pertamina memberikan penjelasan terbuka terkait alasan penutupan serta langkah perbaikan pelayanan di tingkat kecamatan dan pedesaan, mengingat Pertashop menjadi salah satu akses utama masyarakat terhadap bahan bakar.


Di bagian akhir, Rizal juga menyinggung soal kompensasi pemerintah kepada Pertamina, khususnya yang terkait tahun anggaran 2025.


Ia meminta manajemen Pertamina menyampaikan progres terkini pembayaran kompensasi tersebut, mengingat beban perusahaan yang cukup besar dalam menyalurkan BBM bersubsidi dan LPG 3 kilogram ke masyarakat.


Meski mengapresiasi konsistensi Pertamina dalam menjaga distribusi LPG 3 kilogram, ia menegaskan bahwa pembenahan persoalan pajak dan peningkatan layanan distribusi di daerah harus menjadi prioritas utama BUMN energi tersebut.


“Permasalahan pajak dan distribusi di daerah ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kami harap Pertamina bisa memberikan jawaban yang jelas dan langkah konkret perbaikan,” pungkasnya.

Berita Daerah

Bagikan artikel:

Banner Iklan
Jadwal Tayang Selasa
Jam Program
08:00 Innovator (DW)
09:00 Indonesiana
11:00 Kominfo Newsroom
12:00 Indonesiana
14:00 Berita Daerah (siang)
15:30 Innovator (DW)
16:00 REV (DW)
16:30 Gerak dan Gaya
17:30 Anjang Desa
18:00 Pojok Terampil
18:30 De Journey
19:00 Berita Daerah (malam)
20:00 Expose
21:00 Wayang
Banner Iklan