Di tengah kesibukan modern yang serba cepat dan teknologi canggih, ada tradisi yang tetap lestari di Kota Pekalongan, yang dikenal dengan kekayaan budaya dan warisan Islamnya. Tradisi tersebut adalah koprekan, atau yang lebih dikenal dengan sebutan tong-tong prek, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari suasana Ramadan di kota ini.

Kegiatan ini merupakan cara unik yang dilakukan oleh sekelompok warga untuk membangunkan sahur. Mereka menggunakan alat seadanya seperti kentongan, kaleng, terbangan, atau jedur untuk menciptakan suara yang menggema ke seluruh penjuru kampung. Meski tanpa bayaran, mereka dengan penuh semangat berkeliling mulai pukul 2 dinihari hingga menjelang waktu imsak.

Salah satu kelompok koprekan yang terkenal di Pekalongan adalah Grup Cakra Seven (cah kradenan gang tujuh). Grup ini dikenal dengan kekompakan mereka dalam melaksanakan tradisi ini. Bahkan kali ini mereka tampil beda dengan outfit khas 80-an yang identik dengan celana cutbray, baju oversize, serta aksesori lainnya, yang menambah semarak dan keseruan suasana sahur.

Menurut Firmansyah, Ketua Grup Cakra Seven koprekan bukan hanya tentang membangunkan orang untuk sahur, tapi juga menjaga sejarah dan peninggalan para Wali Songo dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa yang kini turun-temurun dilakukan di kampungnya. Koprekan juga menjadi bagian dari identitas kampung mereka setiap tahun selama bulan Ramadan.

Meski menggunakan alat sederhana, semangat para anak anak, pemuda, hingga dewasa ini tak pernah luntur. Mereka juga tidak hanya meneriakkan kata sahur saat berkeliling, tetapi mereka menyanyikan lagu-lagu populer yang sedang tren, termasuk lagu karangan mereka sendiri.